25 وَلَبِثُوا۟ فِى كَهْفِهِمْ ثَلَٰثَ مِا۟ئَةٍ سِنِينَ وَٱزْدَادُوا۟ تِسْعًا wa labiṡụ fī kahfihim ṡalāṡa mi`atin sinīna wazdādụ tis'ā 25. Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). Tafsir : Lama mereka tidur adalah 309 tahun. Sebagian ulama (di antaranya adalah Kemudiandia pun menempuh suatu jalan." (QS: Al-Kahfi Ayat 86-89) Quraish Shibab dalam Tafsir Al-Misbah mengutip pendapat Dr. Anwar Qudri, pakar dari Mesir terkait yang dimaksud maghribas syamsi dalam ayat 86. Dalam penelitian Qudri selama sepuluh tahunan berdasarkan informasi dari sejarah dan geografi, disimpulkan bahwa perjalanan Zulkarnain Belibuku TAFSIR AL-MISBAH EDISI 2017 dari penulis M. QURAISH SHIHAB kategori Studi Keagamaan Umum lainnya di Mizanstore, toko buku online terpercaya KETERANGAN SURAT : Tafsir Al-Mishbah 01 = QS. Al-Fatihah s/d Al Baqarah Tafsir Al-Mishbah 08 = QS Al-Kahfi s/d Al-Anbiya' Tafsir Al-Mishbah 09 = QS. Al-Hajj s/d Al-Furqan TafsirSurat Al-Kahfi Ayat 60-61: Kisah Nabi Musa Mencari Orang Saleh yang Lebih Pintar Darinya Ustadz Ahong 25 Februari 2020 6970 Ayat 62 hingga 82 surat al-Kahfi ini akan bercerita mengenai kisah Nabi Musa dan asisten pribadinya menemui orang saleh yang pengetahuannya lebih luas dari Nabi Musa. SuratAl-Kahf Ayat 30. Tafsir Quraish Shihab Diskusi (Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalnya dengan baik) Jumlah kalimat "Innaa Laa Nudhii'u" berkedudukan menjadi Khabar daripada "Innal Ladziina". contoh karya teknik potong lipat dan sambung kelas 3 sd. Ghirah mempelajari tafsir Qur’an bagi umat Islam sangat mengembirakan. Hal itu terlihat antusias umat mengikuti siaran saur bersama M. Quraish Shihab di Metro TV pada Ramadhan 1428 H. Namun ketika penulis membaca Tafsir Al-Misbah ternyata tidak sedikit penafsir merujuk pada Tafsir Al-Mizan. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk menjawab permasalahan sejauhmana pengaruh penafsiran Thaba’i Thaba’i terhadap tafsir Al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab? Untuk memecahkan masalah tersebut peneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan objek pembahasan tafsir Al-Misbah volume 8 surat Al-Kahfi karya Muhammad Quraish Shihab. Diantara hasil temuan penelitian ini bahwa di dalam tafsir Al-Misbah vol. 8 surat al-Kahfi pembahasannya banyak merujuk pada pandangan mufassir Syiah dari Iran Thaba’ Thaba’i. Banyaknya kutipan dari penafsiran Thaba’ Thaba’i dalam tafsir Al- Misbah menunjukkan adanya kesesuaian pandangan antara M. Quraish Shihab dengan pandangan Thaba’ Thaba’i pengarang tafsir Al-Mizan. Dan hal ini menunjukkan pula bahwa tafsir Al-Mizan adalah tafsir Qur’an yang dianggap paling memadai untuk memahami Al-Qur’an masa kini. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 51PENGARUH PENAFSIRAN THABA’ THABA’ITERHADAP TAFSIR AL-MISBAH KARYAMUHAMMAD QURAISH SHIHABWaharjaniFakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah Universitas Ahmad DahlanAbstrakGhirah mempelajari tafsir Qur’an bagi umat Islam sangatmengembirakan. Hal itu terlihat antusias umat mengikuti siaran saurbersama M. Quraish Shihab di Metro TV pada Ramadhan 1428 ketika penulis membaca Tafsir Al-Misbah ternyata tidak sedikitpenafsir merujuk pada Tafsir Al-Mizan. Oleh karena itu penelitian inibermaksud untuk menjawab permasalahan sejauhmana pengaruhpenafsiran Thaba’i Thaba’i terhadap tafsir Al-Misbah karyaMuhammad Quraish Shihab? Untuk memecahkan masalah tersebutpeneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan objekpembahasan tafsir Al-Misbah volume 8 surat Al-Kahfi karyaMuhammad Quraish Shihab. Diantara hasil temuan penelitian inibahwa di dalam tafsir Al-Misbah vol. 8 surat al-Kahfi pembahasannyabanyak merujuk pada pandangan mufassir Syiah dari Iran Thaba’Thaba’i. Banyaknya kutipan dari penafsiran Thaba’ Thaba’i dalamtafsir Al- Misbah menunjukkan adanya kesesuaian pandangan antaraM. Quraish Shihab dengan pandangan Thaba’ Thaba’i pengarangtafsir Al-Mizan. Dan hal ini menunjukkan pula bahwa tafsir Al-Mizanadalah tafsir Qur’an yang dianggap paling memadai untuk memahamiAl-Qur’an masa Kunci Thaba’ Thaba’i, Al-MisbahLatar BelakangSejak Al-Qur’an diturunkan usaha untuk mengkaji, memahami danmenyampaikan telah dilakukannya. Hingga kini sejarah perjalanan Tafsir Al-51 Qur’an telah melibatkan beberapa tokoh mufassir yang berbeda pemikirandan saat Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah Saw. yang berfungsi sebagaimubayyin pemberi penjelas, menjelaskari kepada sahabat-sahabatnya tentangarti dan kandungan Al-Qur’an khususnya menyangkut ayat yang tidak dipahami,atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung hingga wafatnya Rasulullah Saw.,walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahuiakibat tidak sampainyariwayat-riwayat tentangnya atau karena memang RasulSaw, sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Qur’ ketahui bahwa pada masa Rasul Saw, para sahabat menanyakanpersoalan-persoaIan yang tidak jelas dan tidak dimengerti dari Al-Qur’ankepada beliau secara langsung. Akan tetapi setelah wafatnya, para sahabatmencoba melakukan ijtihad yang tentunya itu dilakukan khususnya bagi merekayang mempunyai kemampuan semacam Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas,Ubaybin Ka’ab dan Ibnu Mas’ mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ijtihadmasih sangat terbatas dan terikat dengan kitab-kitab bahasa serta arti-artiyang terkandung oleh satu kosa kata. Namun sejalan dengan lajuperkembangan masyarakat,berkembang dan bertambah besar pula posisiperanan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an, sehinggabermuncullah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam tersebut ditentang pula oleh al-Qur’an yang keadaannya masihdikatakan oleh Abdullah Darruz dalam al-Naba al- Adzim bagai irisan yangsetiap sudutnya tnemancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yangdipancarkan dari sudut-sudut yang lain, dan tidak rnustahil jika andamempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyakdari apa yang anda metode penafsiran yang dikembangkan. Quraish Shihab ini Nampakjelas kehati-hatiannya yang sengaja dipatok agar dapat membiarkan Al-Qur’anberbicara mengenai dirinya sendiri, dan agar kitab suci itu dipahami sebagaimanaorang-orang Arab pada masa kehidupan nabi Muhammad bahwa pendekatan yang diusulkan - oleh Quraish Shihab adamerupakan terobosan barn dalam metode tafsir AI-Qur’an. Walaupun berdasarkanaturan-aturan penafsiran klasik tidak diragukan lagi, metode ini telah menghadirkansuasana kesegaran barn daIam bidang tafsir AI-Qur’an di masa modem ini. Namun1. Ahmad Musthafa Hadna, Problematika Penafsiran Al-Qur an, Penerbit Pustaka DimasSemarang, cet. Thn. 1993 6552 AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 53demikian, sepanjang penelusuran penulis tidak sedikit penafsiran yang menekankanpada aspek bahasa dan linguistik serta aspek lain yang dilakukan oleh QuraishShihab ini mendapat pengaruh dari Thaba’ Thaba’ Thaba’i adalah seorang mufassir, intelektual muslim Iran. Bukunyamengenai tafsir Qur’an adalah Tafsir al-Mizan sejumlah 17 jilid. Thaba’ Thaba’itelah menancapkan pengaruh luas di kalangan banyak intelektual Islam di metode yang digunakan oIeh Thaba’ Thaba’i adalah metodesemantik yaitu menampilkan beberapa pendapat ulama tentang kedudukansurattersebut jika ada perbedaan pendapat. Kemudian mengambil satu persatu kalimat yang mulai ditafsirkannya dengan pendekatan bahasa dengan tetapmengacu pada beberapa ulama seperti Zamakhsyari, Abu Hayyan, Al-Razi,An-Naisaburi dan metode penafsiran Thaba’ Thaba’i ini mungkin merupakancermin pemikiran Syi’ah, dalam penafsirannya ini menggunakan pendekatantahlili. Dengan pendekatan ini, ia berusaha menemukan makna awal atau aslisuatu bahasa untuk menemukan makna Qur’ an yang sesungguhnya. Yangdirujuk tentu bukan makna dari luar Al-Qur’ latar belakang masalah di atas, maka penulis mengangkatpengaruh penafsiran Thaba’ Thaba’i sebagai bahan kajian, karena dalamkeberadaanya antaraTafsir Al-Mizan dan Tafsir Al-Misbah karya MuhammadQuraish Shihab memiliki kesamaan dalam beberapa hal diantaranyamenggunakan pendekatan analisis untuk menjelaskan suatu kata dan ayat sertasurat dalam Al-Qur’ an. Bahkan dalam tafsir Al-Misbah banyak merujukpenafsirannya pada pandangan tafsimya Thaba’ Thaba’ benarkah M. QuraishShihab banyak dipengaruhi di dalam penafsiran al-Qur’an terutama dalamkarya tafsimya MasalahBerdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka persoalanpokok dalam penelitian ini adalah Sejauhmana pengaruh penafsiran Thaba’Thaba’i terhadap tafsir Al-Misbah karya Muhamrnad Quraish Shihab dalamsurat Al-kahfi?Tujuan dan kontribusi PenelitianBerdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalahuntuk mengetahui pengaruh penafsiran Thaba’ Thaba’i terhadap Al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab. Penelitian ini diharapkan memberikankegunaan Pengembangan penelitian Tafsir Al-Qur’an terutama, tentang tema-tema kajian tafsir Qur’an di program studi Tafsir PustakaSecara obyektif otensitas Al-Qur’ an dapat dipertanggun jawabkan sejakmasa Nabi Muhammad Saw, hingga menjadi mushaf, semua ayat-ayat Al-Qur’an diriwayatkan secara dipastikan, Al-Qur’an yang sampai kepada kita dijamin tidak adapenambahan, pengurangan maupun perubahan. Oleh karena, seluruh ayat Al-Qur’an dari syubut ketetapan-Nya bersifat qathi. Berbeda dengan syubut-Nya, tidak semua Al-Qur’an bersifat qath i qath’i ad-dalalah, ada pulayang zhanni zhanni ad-dalalah, realitas inilah yang dijelaskan oIeh firmanAllah Swt daIam Al-Qur’ an surat Ali Imran ayat diantara peneliti yang membahas tentang tafsir Al-Qur’an adalahM. Quraish Shihab, ia menjelaskan bahwa Al-Qur’ an merupakan buktikebenaran Nabi Muhammad Saw, sekaligus sebagai petunjuk umat manusiakapan dan dimanapun, memiliki berbagai keistimewaan. Keistimewaan tersebutantara lain, susunan bahasanya yang unik. Hanya saja Quraish Shihab2 penafsiran Al-Qur’an yang unik itu, sedangkan Abdul Hayyi Al-Farmawi dalam bukunya al-Bidayah Fit-Tafsir AI-Maudhu’i3dalam bukunyamembahas tentang metode penafsiran tertentu, semisal metode tafsir tematik,ia hanya menjeIaskan bagaimana cara penafsiran Al-Qur’ an secara tematikyang dipaparkan dalam bukunya tersebut namun ia tidak menjabarkan secarakhusus tafsir Al-Qur’ M. Baqr Ash-Shadr daIam bukunya yang berjuduISejarahdalam perspektij Al-Qur’an4menjelaskan bahwa semua sejarahpenciptaan baik yang ada di burni maupun yang ada di Iangit maupun yangterjadi baik di lautan maupun di daratan, semua itu sudah ada dalam sejarah isikandungan Al-Qur’ an. Akan tetapi Baqir lebih fokus menjabarkan tentangsejarah yang terkandung dalam isi ayat Al-Qur’ Majid Abdussalam Al-Muhtasyib dalam bukunya “visi dan2. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung Mizan, 1999 753. Abdul Hayyi Al-Farawi,Al-Bidayah Fit-Tafsir Al-Qur’ Abdul Majid Abdussalam al-Muhthasyib, Visi dan Patadigma Tafsir Al-Qur anKontemporer, terjemahan Moh. Maghfur machid, Bangil, Al-Izzah, AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 55paradigma Tafsir Al-Qur’an Kontemporer.?” menjelaskan tentang penafsiranAl-Qur’an yang lebih kontemporer di masyarakat luas khususnya umat Islam,dalam rangka bisa mewarnai ilmu-ilmu di bidang tafsir Al-Qur’an, sampaisekarang banyak diperbincangkan oleh kaum intelektual dalam’ menghadapipersoalan para muffasir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Namun AbdulMajid lebih memfokuskan persoalan yang lebih penting dalam kehidupanmanusia khususnya, dan pengenalan pemikiran para mufassir kontemporeryang ia jelaskan dalam bukunya Abdul Mustaqim dalam bukunya yang berjudul Mazahibut Tafsirmenjelaskan dalam bukunya tentang metodologi penafsiran Al-Qur’an darimasa klasik hingga kontemporer5 yang dilakukan oleh para mufassir dalammencari makna-makna yang lebih jelas untuk disajikan kepada masyarakatluas dalam mengartikulasikan makna-makna isi kandungan dalam Al-Qur’ dari pelacakan di atas, menurut hemat penulis belum ada penelitiyang menganalisis tentang pengaruh penafsiran Thaba’ Thaba’i terhadap tafsirAl-Misbah karya M. Quraish Shihab dengan harapan bahwa penelitian inimampu memadukan berbagai pola pikir yang beragam dan memberikantambahan Penelitian1. Obyek penelitianPenelitian pustaka ini mengambil obyek Tafsir al-Misbah, volume 8 suratAl-Kahfi karya M. Quraish Shihab dan karya Allamah Thaba’ Thaba’i seorangahli tafsir terkemuka syi’ah “terurama dalam karyanya Tafsir al-Mizan dankaryanya yang lain sebagai pendukung Metode Analisis Data dan KerjanyaPertama, Tafsir Al-Misbah yang dipilih dan menentukan surat yang akandianalisis, setelah mengkaji, maka peneliti menentukan surat yang dikaji, yaknisurat surat. al-Kahfi dikelompokkan menjadi beberapa kelompok ayatdan masing-masing diberi judul/ meneliti tafsiran al-Misbah yang mengambil rujukannya padaThaba’ Thaba’i dari kata kunci yang terdapat dalam ayat. Pada tahap ini5. Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir, Yogyakarta Nun Pustaka Yogyakarta, 2003 peneliti tidak lepas dari komparasi dari rujukan lain yang memang mendeskripsikan semua tafsiran al-Misbah yang merujuk padaThaba’ Thaba’ i dan tafsiran pada mufassir proses penyimpulan dari pengambilan Tafsir al-Misbah terhadappendapat tafsir Thaba’ Thaba’i yang merupakan pengaruh dalam Karya-karya M Quraish Shihab dan ReputasinyaKeaktifan M. Quraish Shihab dalam wacana Intelektual, memang patutdiacungi jempol. Sampai saat ini, dikemukakan puluhan buah pena yangdigerakannya menghiasi ruangan perpustakaan di negeri sendiri ini tidak kalahpentingnya ia juga aktif dalam menulis rubric “Pelita Hati”, di majalah amanahmengasuh rubrik “Tafsir Al-Amanah”, kemudian di harian umum Republikasetiap hari jum’ at mengasuh rubrik M. Quraish Shihab menjawab. Selain itu,ia juga tercatat sebagai anggota dewan redaksi majalah ulumul Qur’an danmimbar ulama. Keduanya terbit di Jakarta. Di media elektronika, yangditayangkan pada bulan suci ramadhan sebulan penuh dengan melontarkankajian tafisimya di RCTI dan stasiun-stasiun TV swasta M. Quraish Shihab dalam bidang tafsir tentunya tidak terlepasdari dukungan motivasi keluarga, belaian sayang istri tercinta Fatmawati yangselalu mendampingi dalam mengarungi bahtera kebidupan rumah tangganya,demikian dengan keempat orang putrinya, Nujela Shihab, Najwa Shihab,Nasywa Shihab, Nahla Shihab dan seorang putra Ahmad Shihab yang merekabina, dan kesemuanya turut andil dalam menempuh semangat untuk buah pena yang menghiasai perpustakaan di negeri ini adalahsebagai Mahkota Tuntunan Ilahi; Tafsir Surah al-Fatihah Jakarta Untagama,1998.b. Membumikan AI-Qur an fungsi dan peranan wahyu dalamkehidupancmasyarakat Bandung Mizan, 1992.6. Aninomos, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta Ichtiar Barn Van Hoeve, Juz 5, 20022057. Ibid56 AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 57c. Tafsir al-Amanah Jakarta Pustaka Kartini, 1992d. Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan Bandung Mizan, 1994.e. Untaian Permata Buat Anakku pesan Al-Qur’an untuk mempelaiBandung Al-Bayan, 1995.f. Mu jizat Al-Qur an ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,dan pemberitaan Ghaib Bandung Mizan, 1997g. Tafsir AI-Qur an Al-Karim atau surat-surat pendek berdasarkan urutanturunnya wahyu Bandung Pustaka Hidayah, 1997.h. Hidangan Ayat-ayat Tahlil Jakarta Lentera Hati, 1997i. Sahur Bersama Muhammad Quraisb Shihab Bandung Mizan, 1997.j. Haji Bersama Muhammad Quraisb Shihab Bandung Mizan, 1998k. Menyingkap Tabir Ilahi, Asmaul Husna dalam perpektif Al-Qur’anJakarta Lentera hati, 1998.l. Sejarah dan Ulumul Qur’anJlakarta Pustaka Firdaus 1999m. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdhak Bandung Mizan, 1999m. Fatwa-fatwa Seputar Ak-Qur an dan Hadits Bandung Mizan, 1999n. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah Bandung Mizan, 1999o. Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama Bandung Mizan, 1999p. Fatwa-fatwa Seputar Tafsir Al-Qur’an Bandung Mizan, 1999q. Menuju Haji Mabrur Jakarta Pustaka Zaman, 1999.r. Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an JakartaLentera Hati, 2000.8Sosok M. Quraish Shihab jika diposisikan dalam konteks sosial keagamaandi Indonesia bagaikan “The Living Encyclopedia Of The Qur’an”.9Kemanapunia hadir dan menyampaikan ceramah ataupun mengikuti seminar-seminar, makareferensi dan sentuhan spirit Al-Qur’an seIalu mengalir dari dirinya. Karena iaselalu merasakan gejolak dan kegelisahan intelektual, sehingga bisa dikatakanbahwa proses kematangan akademis dan intelektualnya tidak pernah berhenti,disamping itu ia dibadapkan dengan persoalan-persoalan baru yang harusdijawab. Situasi demikian yang membuat M. Quraish Shihab selalu belajardan mengajar. Baginya belajar yang baik dan efektif adalah ketika ia banyakterlibat dalam forum-forum keilmuan di luar komunitas intelektual Aninomos, Ibid. 2089. Ibid. Keterlibatannya yang sangat intens sebagai nara sumber ahli di lembaga-lembaga yang cukup prestisius semacam MUI, ICMI dan lain-lainnya telahmenunjukkan prestasinya. Sebagaipribadi yang diterima di kalangan masyarakat luas dan sekaligus selaludiperhitungkan kehadirannya, melalui lisan dan tulisannya wacana seputar Al-Qur’ an menjadi dialogis. Hidup dan mencerahkan, seakan-akan ayat Al-Qur’an itu baru saja turun untuk merespon persoalan-persoalan kontemporer yangmuncul di tengah-tengah Pengelompokkan surat al-Kahfi berdasarkan temaSurat al-kahfi dapat dikelompokkan dalam beberapa tema, diantaranyaNo Kelompok Ayat Terna 1. 1 sampai dengan 8 Ancaman terhadap kepercayaan Tuhan punya anak 2. 9 sampai dengan 26 Kisah Ash-Habul Kahfi 3. 27 sampai dengan 59 Petunjuk-petunjuk tentang dakwah 27 sampai dengan 31 a. Teguran kepada nabi, agar jangan mementingkanorang-orang terkemuka saja dalam berdakwah 32 sampai dengan 46 b. Tamsil kehidupan dunia dan orang-orang yang tertippadanya. 47 sampai dengan 53 c. Beberapa kejadian pada hari kiamat dan kedurhakaaniblis 54 sampai dengan 59 d. Akibat tidak mengindahkan peringatan-eringataAllah Swt. 4 60 sampai dengan 82 Nabi musa mencari ilmu 60 sampai dengan 70 Nabi Musa bertemu dengan Nabi khidzir 71 sampai dengan 73 Khidzir membocorkan perahu 74 sampai dengan 76 Khidzir membunuh seorang anak 77 Khidzir membetulkan dinding rumah 78 sampai dengan 82 Hikmah-hikmah dari perbuatan Khidzir 5 83 sampai dengan 101 Dzulqarnain dengan Ya'juj dan Ma'juj 6 102 sampai dengan 108 Azab bagi orang-orang musyrik dan pahala bagi orang-oran mukmin 7 109 sampai dengan 110 Luasnya ilmu Allah tidak terhingga Dari pengelompokkan fersebut, M. Quraish Shihab dalam menafsirkansurat al-kahfi dalam tafsirnya al-Misbah, merujuk banyak muffasir dan ahlidengan jumlah pengambilan kutipan sebagai berikut58 AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 593. Data Mufassir yang menjadi rujukan tafsir al-Misbah vol 8. Suratal-KahfiKeterangan Angka pada kolom jumlah pengambilan kutipan di atas adalah dihitungberdasarkan banyaknya nama yang dikutip dalam tafsir al-Misbah, volume 8surat berdasarkan data di atas, maka M. Quraish Shihab dalam tafsirnyaal-Misbah banyak mengambil penafsiran Thaba- Thaba’i sebagai rujukantafsimya. Pengambilan penafsiran dalam al-Misbah dapat dibuktikan dalamuraiannya saat menafsirkan surat al-Kahfi dengan sampel ayat sebagai berikuta. Surat al-Kahfi, ayat 9 Tentang Letak Gua al-KahfiThaba-Thaba’i menyebut lima tempat dimana terdapat gua didugaorang sebagai gua ashhab di Epius atau Epsus, satu kota tua di Turki, sekitar 73 kmdari kota Izmir dan berada di suatu gunung di desa Ayasuluk. Gua iniberukuran sekitar satu kilometer. lni popular sebagai gua Ashhab al-Kahfdi kalangan umat Nasrani dan sebagian umat Islam. Tetapi tidak ada bekasmasjid atau rumah peribadatan sekitarnya, padahal al-Qur’an menjelaskanbahwa sebuah masjid dibangun di lokasi itu. Arahnya pun tidak sesuaidengan apa yang dilukiskan oIeh Al-Qur’an. Al-Qur’an meIukiskan bahwamatabari bersinarpada saat terbitnya di arah kanan gua dan ketika terbenamdi arah kirinya, dan ini berarti pintu gua harus berada di arah selatan, padabalpintu gua itu tidak Nama Mufassir / Ahli Jumlah pengambilan Kutipan 1. Thahir ibn 'Asyur 25 2. Thaba'Thaba'i 57 3. Sayyid Quthub 10 4. Imam Al-Ghazali 1 5. Al-Biqa'i 17 6. Az-Zamakhsyari 4 7. Rafiq Wafa' ad-Dajani 1 8. Ar-Razi 2 9. Sementara Ulama 1 10. Mufassir Tafsir Hasyiat al-J amal 1 11. Mufassir Tafsir al-Muntakhab 1  Kedua, gua di Qasium dekat kota ash-Shalihiyyah di Gua al-Batra di gua yang katanya ditemukan di salah satu wilayah diIskandinavia. Konon di sana ditemukan tujuh mayat manusia yang tidakrusak bercirikan orang-orang Romawi dan diduga merekalah Ashhab Gua Rajib, yang berIokasi sekitar delapan kilometer dari kotaAmman, ibukota Kerajaan Y ordania, di satu desa bernama Rajib. Guaitu berada di suatu bukit, dimana ditemukan satu batu besar yang berlubangpada puncak selatan bukit itu. Pinggirannya di bagian timur dan barat terbukasehingga cahaya matahari dapat masuk ke dalam gua. Pintu gua berhadapandengan arah selatan. Di dalam gua terdapat batu peti mayat yang digunakanorang Nasrani dengan ciri masa Byzantium dan mata uang serta peninggalan-peninggalan yang menunjukkan bahwa tempat itu dibangun pada masaJustiunus 418 - 427 M dan beberapa peninggalan lain. Tempat peribadatanitu diubah dan dialihkan menjadi masjid dengan menara dan mihrab ketikakaum muslimin menguasai daerah itu. Di lokasi depan pintu gua ada jugabekas-bekas bangunan masjid yang lain yang kelihatannya dibangun diatas puinffi-puing gereja Romawi, sebagaimana halnya masjid yang beradadi atas Pengusa yang menindas pemuda As-habul KahfiPenindasan yang dilakukan oleh penguasa zaman pemuda-pemuda itudiperkirakan terjadi pada masa Tarajan 98 - 117 M, dan penguasa yangmemerintab pada saat pemuda-pemuda itu bangun dari tidurnya adalahTheodosius 408 - 450 M yang disepakati oleh pakar-pakar sejarah,baik muslim maupun Kristen, sebagai raja yang bijaksana. Nab, kalau kitamenjadikan pertengahan masa pemerintaban Theodosius sebagai akhirmasa tidur Penghuni Gua itu, katakanlah tabun 421 M., dan ini dikurangi309 tabunyaitu masa tertidur pemuda-pemuda itu, maka itu berarti merekamulai tertidur sekitar tabun 112 M., yaitu pertengahan masa pemerintabanTarajan yang pada tabun yang sama menetapkan babwa setiap orangKristen yang menolak menyembah dewa-dewa, dinilai sebagai pengkhianatdan diancam dengan hukuman mati. Demikian kesimpulan Thaba’ Thaba’ M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, Cet. 12002, vol. 8 17-1811. Ibid. AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Waharjani, “Pengaruh Penafsiran Thaba’ Thaba’i Terhadap Tafsir Al-Mishbah” 61c. Ayat 60-61 Surat al-KahfiThaba’ Thaba’i menilai bahwa kumpulan ayat-ayat ini merupakan kisahkeempat yang menyusul perintah bersabar melaksanakan dakwah padaawal surah ini. Ulama ini menu lis bahwa setiap hal yang bersifat lahiriahpasti adapula sisi batiniahnya. Kesibukan orang-orang kafir dengan hiasanduniawi adalah kesenangan sementara, karena itu hendaknya NabiMuhammad saw. tidak merasa sedih dan berat hati melihat sikap kaummusyrikin itu, karena di balik hal-hal lahiriah yang mereka peragakan itu,ada hal-hal batiniah yang berada di luar kuasa Nabi saw. dan kuasa mereka,yaitu kekuasaan Allah swt. Dengan demikian, .pemaparan dan peringatanyang dikandung oleh ayat-ayat yang menguraikan kisah Nabi Musa hamba Allah yang saleh itu bertujuan mengisyaratkan bahwa kejadiandan peristiwa-peristiwa yang berjalan sebagaimana yang terlihat, memilikitakwiI, yakni ada makna lain di balik yang tersurat itu. Makna tersebutakan nampak apabila tiba waktunya. Bagi para rasul yang ditolak risalahnyaoleh umatnya, waktu tersebut tiba pada saat umatnya “ terbangun “ daritidur yang melengahkan mereka, dan ketika mereka dibangkitkan darikubur. Nah, ketika itu, mereka akan berkata, “sungguh rasul-rasul Tuhankami memanf telah datang membawa kebenaran,” demikian lebih kurangThaba’ Thaba’ pembahasan di atas dapatlah penulis menyimpulkan bahwadi dalam Tafsir Al-Misbah volume 8 surat al-Kahfi pembahasan tafsir tersebutbanyak merujuk pada pandangan Mufassir Syiah dari Iran Thaba’ Thab’ kutipan dari penafsir Thaba’ Thaba’i dalam tafsir Al-Misbahmenunjukkan adanya kesesuaian pandangan antara M. Quraish Shihab denganpandangan Thaba’ Thaba’i pengarang tafsir Al-Mizan dan hasil itu menunjukkanpuIa bahwa Tafsir al-Mizan adalah tafsir Qur’an yang dianggap palingmemadai untuk memahami al-Qur’ an masa kini. Berangkat dari peneitlian iniselanjuthnya pembaca dapat melanjutkan pandangan Thaba’ Thab’i padavolume dan surat yang lain dalam Tafsir al-Misbah, sehingga akan lebih tahu“kewibawaan” tafsir Ibid. 88. Daftar PustakaAbdul Mustaqim, 2003, Madzahibut Tafsir, Yogyakarta Nun PustakaYogyakartaAl- Farnawi Abdul Hayyi, 1977, Al-Bidayah Fit-Tafsir Al-Qur’an, Mesir Mathba’ah al- Hadharah al- ArabiyyahAl-Muhyasyib Abdussalam Abdul Majid, 1977, Visi dan Paradigma TafsirAl-Qur’an Kontemporer, terjemah Moh. Maghfur Wachid, BangilAl-IzzahAnwar, Rosihan, 2001, Samudra Al-Qur’an, Bandung CV. Pustaka SetiaBudi Munawar Rahman, 1995, Kontekstualisasi Islam dalam Sejarah,Jakarta ParamindanaAshdr M. Baqr, 1993, Sejarah dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta PustakaHidayah Raji, Ismail, 1999. Seni Tauhid, Yogyakarta BentangHadna AhmadMustafa, 1995, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an,Semarang DimasMuhammad Arkoun, 1998, Kajian Kontemporer AI-Qur an, terj., BandungPustakaRaji’, Ismail, 1999, Seni Tauhid, Yogyakarta BentangShihab, Muhammad Quraish, 1992, Al-Qur an dan Sejarah Ulumul Quran, Yogyakarta LKIS________1999, Membumikan Al-Qur’an, Bandung Mizan________1999, Fatwa-fatwa Seputar Tafsir Al-Qur’an, Bandung Mizan________2005, Tafsir Al-Misbah, Lentera, JakartaSyarbashi, Ahmad, 1996, Al-Qur an Al-Karim, terjemahan Ghazali Mukti,Yogyakarta AbabilThaba’Thaba’i, 1986, Tafsir Al-Mizan, Dar Al-Fikr, AL-MISBAH, Volume 05 No. 1 Januari-Juni 2017 Abdul MustaqimAbdul Mustaqim, 2003, Madzahibut Tafsir, Yogyakarta Nun Pustaka YogyakartaSejarah dalam Perspektif Al-Qur'an, Jakarta Pustaka Hidayah Raji, IsmailM AshdrBaqrAshdr M. Baqr, 1993, Sejarah dalam Perspektif Al-Qur'an, Jakarta Pustaka Hidayah Raji, Ismail, 1999. Seni Tauhid, Yogyakarta Bentang Hadna AhmadMustafa, 1995, Problematika Menafsirkan Al-Qur'an, Semarang DimasThaba'thaba'iThaba'Thaba'i, 1986, Tafsir Al-Mizan, Dar Al-Fikr, Teheran. Lanjut ke konten Dimulai dari menit dan detik -> 138 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ Kita akan membicarakan suratul kahfi, Al Kahfi itu artinya Gua. Dalam surah ini Allah swt menggambarkan bagaimana sekelompok pemuda yang memelihara keyakinan mereka, setelah berkali-kali mengajak masyarakatnya untuk beriman tetapi masyarakatnya enggan, bahkan penguasa negeri itu, ingin menciderai mereka, ingin mencelakakan mereka. Akhirnya mereka pergi … Lanjutkan membaca Tafsir Al Misbah – Surat Al Kahfi 1-8 Dimulai dari menit dan detik -0202 Mari kita mulai, Ayat 100 sampai 110 ini, penutup surah Al Kahfi. Disurah ini telah diceriterakan, antara lain, kisah Nabi Musa dan Khidir, ada nilai-nilai disitu. Di surat ini juga ada kisah Zulkarnain, ada nilai-nilai disana seperti misalnya bagaimana seseorang dalam mengikuti tuntunan tuhan dalam meraih sukses, ada … Lanjutkan membaca Tafsir Al Misbah – Surat Al Kahfi 100-110 Tafsir Al Qur’an Surat Al Kahfi Ayat yang ke 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, dan tentang kisah Nabi Musa beserta muridnya untuk mencari orang yang lebih dalam ilmunya; Nabi Khidir. Tindakan-tindakan Nabi Khidir ketika bersama Nabi Musa mencabuti papan dan melubangi perahu sehingga penumpangnya tenggelam, membunuh anak kecil, dan menegakkan dinding yang hampir roboh. Lalu menerangkan juga tentang faedah dan hikmah dari cerita Musa dan Khidir Khidir biasa disebut juga dengan Khadir atau Khaidhir adalah Nabi misterius yang mengajarkan ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa. Baca juga Tafsir Al Kahfi Ayat 47-59 Ayat 60-64 Kisah Nabi Musa alaihis salam bersama Khidir, dan di sana terdapat keutamaan mengadakan perjalanan jauh untuk mencari ilmu serta memikul kesulitannya serta bersikap tawadhu’ ketika berbicara dengan para ulama. وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا ٦٠ فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا ٦١ فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا ٦٢ قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ٦٣قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا ٦٤ Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 60-64 60. [1]Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya[2], “Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua laut[3]; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun.” 61. Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya[4], lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62. Maka ketika mereka telah melewati tempat itu, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” 63. Muridnya menjawab, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” 64. Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari[5].” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ayat 65-74 Tindakan yang dilakukan Khidir dan sanggahan Nabi Musa alaihis salam terhadapnya. فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا ٦٥ قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا ٦٦ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٦٧ وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا ٦٨ قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا ٦٩ قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا ٧٠ فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا ٧١قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٧٢ قَالَ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا ٧٣ فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا ٧٤ Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 65-74 65. [6]Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami[7], yang telah Kami berikan rahmat[8] kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. 66. Musa berkata kepadanya[9], “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk[10]?” 67. Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku[11]. 68. Dan bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu[12]?” 69. Musa berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun[13]. 70. Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun[14], sampai aku menerangkannya kepadamu[15].” 71. Maka berjalanlah keduanya[16], hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia Khidir melubanginya[17]. Musa berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” 72. Dia Khidir berkata, “Bukankah sudah kukatakan, “Bahwa engkau tidak mampu sabar bersamaku.” 73. Musa berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku[18] dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku[19].” 74. Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka dia Khidir membunuhnya[20]. Dia Musa berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih[21], bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” [1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan tentang Nabi-Nya, yaitu Musa alaihis salam, rasa cintanya kepada kebaikan dan mencari ilmu. [2] Menurut ahli tafsir, murid Nabi Musa alaihis salam itu adalah Yusya bin Nun, di mana ia menemani Nabi Musa alaihis salam, melayaninya dan mengambil ilmu darinya. [3] Di mana di tempat itu ada seorang hamba Allah yang dalam ilmunya. [4] Yusya’ lupa membawa ikannya ketika berangkat, dan Musa lupa mengingatkannya. Ikan itu dibawa sebagai perbekalan keduanya dan untuk dimakan saat lapar, namun sebelumnya telah diberitahukan kepada Musa, bahwa apabila ia kehilangan ikan itu, maka di sanalah hamba itu berada. Para mufassir menerangkan, “Sesungguhnya ikan yang menjadi perbekalan keduanya, ketika mereka sampai ke tempat itu, ikan itu tersiram air laut dan terbawa ke laut dengan izin Allah, lalu menjadi hidup bersama ikan-ikan yang lain.” [5] Karena itu pertanda adanya orang yang kita cari di sana. [6] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas, dari Ubay bin Ka’ab dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa Nabi Musa pernah berdiri khutbah di tengah-tengah Bani Israil, lalu ia ditanya, “Siapakah manusia yang paling dalam ilmunya?” Ia menjawab, “Saya orang yang paling dalam ilmunya.” Maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyalahkannya karena tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala kemudian mewahyukan kepadanya yang isinya, “Bahwa salah seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan lebih dalam ilmunya daripada kamu.” Musa berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana cara menemuinya?” Lalu dikatakan kepadanya, “Bawalah ikan dalam sebuah keranjang. Apabila engkau kehilangan ikan itu, maka orang itu berada di sana.” Musa pun berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam keranjang, sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya merebahkan kepala dan tidur di atas batu itu, lalu ikan itu lepas dari keranjang dan mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan muridnya merasa aneh. Keduanya kemudian pergi pada sisa malam yang masih ada hingga tiba pagi hari. Ketika pagi harinya, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita, sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini,” dan Musa tidak merasakan keletihan kecuali setelah melalui tempat yang diperintahkan untuk didatangi. Muridnya kemudian berkata kepadanya, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat berlindung di batu tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,” Musa berkata, “”Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ketika mereka sampai di batu besar itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menutup dirinya dengan kain atau tertutup dengan kain, lalu Musa memberi salam kepadanya. Lalu Khidir berkata, “Dari mana ada salam di negerimu?” Musa berkata, “Aku Musa.” Khidir berkata, “Apakah Musa Nabi Bani Israil?” Ia menjawab, “Ya.” Musa berkata, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk?” Khidir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku, wahai Musa?” Sesungguhnya aku berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya, demikian pula engkau berada di atas ilmu yang Dia ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.” Musa berkata, “Engkau akan mendapatiku insya Allah sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan mendurhakai perintahmu.” Keduanya pun pergi berjalan di pinggir laut, sedang mereka berdua tidak memiliki perahu, lalu ada sebuah perahu yang melintasi mereka berdua, lalu keduanya berbicara dengan penumpangnya agar mengangkutkan mereka berdua, dan ternyata diketahui oleh para penumpangnya bahwa yang meminta itu Khidir, maka mereka pun mengangkut keduanya tanpa upah. Tiba-tiba ada seekor burung lalu turun ke tepi perahu kemudian mematuk sekali atau dua kali patukan ke laut. Khidir berkata, “Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu yang berasal dari Allah kecuali seperti patukan burung ini ke laut yakni tidak ada apa-apanya di hadapan ilmu Allah, lalu Khidir mendatangi papan di antara papan-papan perahu kemudian dicabutnya.” Melihat keadaan itu Musa berkata, “Orang yang telah membawa kita tanpa meminta imbalan, namun malah engkau lubangi perahunya agar penumpangnya tenggelam.” Khidir berkata, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” Musa berkata, “Janganlah engkau hukum aku karena lupaku dan janganlah engkau bebankan aku perkara yang sulit.” Untuk yang pertama Musa lupa, maka keduanya pun pergi, tiba-tiba ada seorang anak yang sedang bermain dengan anak-anak yang lain, kemudian Khidir memegang kepalanya dari atas, lalu menarik kepalanya dengan tangannya. Musa berkata, “Apakah engkau hendak membunuh seorang jiwa yang bersih bukan karena ia membunuh orang lain.” Khidir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” –Ibnu Uyainah rawi hadits ini berkata, “Ini lebih berat.” Keduanya pun berjalan, sehingga ketika mereka sampai ke penduduk suatu kampung, keduanya meminta agar penduduknya menjamu mereka namun tidak diberi. Keduanya pun mendapatkan sebuah dinding yang hampir roboh, maka Khidir menegakkannya, Khidir melakukannya dengan tangannya. Musa pun berkata, “Sekiranya engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Khidir berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah merahmati Musa, kita senang sekali jika ia bersabar sehingga ia menceritakan kepada kita tentang perkara keduanya.” Al Qurthubi berkata, “Dalam kisah Musa dan Khidir terdapat beberapa faedah, di antaranya bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala berbuat dalam kerajaan-Nya apa yang Dia kehendaki dan menetapkan untuk makhluk-Nya dengan apa yang Dia kehendaki yang bermanfaat atau bermadharrat, sehingga tidak ada ruang bagi akal dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya dan menyalahkan hukum-hukumnya, bahkan wajib bagi manusia untuk bersikap ridha dan menerima, karena pencapaian akal untuk memperoleh rahasia rububiyyah Allah sangat terbatas, oleh karennya tidak bisa ditujukan kepada hukum-Nya, “Mengapa begini?” dan “Bagaimana bisa begitu?”, sebagaimana tidak bisa ditujukan terhadap keberadaan dirinya, “Di mana dan dari mana?”, dan bahwa akal tidak sanggup memandang indah dan buruk, dan bahwa semua itu kembalinya kepada syara’, sehingga apa yang dikatakan indah dengan adanya pujian terhadapnya, maka hal itu adalah indah, dan apa yang dikatakan jelek, maka hal itu adalah jelek. Demikian pula termasuk faedahnya bahwa Allah Ta’ala dalam ketetapan-Nya memiliki hikmah-hikmah dan rahasia pada maslahat yang tersembunyi yang memang dipandang. Semua itu dengan kehendak dan iradah-Nya tanpa ada kewajiban atas-Nya dan tanpa ada hukum akal yang tertuju kepadanya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang berhati-hati dari sikap i’tiradh mempersoalkan atau membantah karena ujung-ujungnya adalah kegagalan.” Beliau juga berkata, “Kami pun di sini ingin mengingatkan dua buah kekeliruan. Kesalahan Yang pertama, persangkaan sebagian orang-orang jahil, bahwa Khidir lebih utama daripada Musa karena berpegang dengan kisah ini dan kandungannya. Hal ini tidak lain muncul dari orang yang pandangannya sempit terhadap kisah ini dan tidak melihat kelebihan yang Allah berikan kepada Musa alaihis salam berupa kerasulan, mendengar langsung firman Allah, diberikan-Nya kitab Taurat yang di dalamnya tedapat pengetahuan tentang segala hal, dan sesungguhnya para nabi Bani Israil masuk di bawah syari’atnya dan pembicaraan tertuju kepada mereka dengan hukum kenabiannya bahkan Isa pun juga. Dalil-dalilnya dalam Al Qur’an banyak. Cukuplah di antaranya firman Allah Ta’ala, “Wahai Musa! Sesungguhnya aku memilih melebihkan kamu dari manusia yang lain pada masamu untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku.” terj. Al A’raaf 144. Al Qurthubi juga berkata, “Khidir meskipun nabi namun bukan rasul berdasarkan kesepakatan. Keadaan Khidir itu seperti salah seorang nabi di antara nabi-nabi Bani Israil, sedangkan Musa yang paling utama di antara mereka. Jika kita katakan, bahwa Khidir bukan nabi, tetapi wali, maka nabi lebih utama daripada wali. Hal itu merupakan perkara yang jelas berdasarkan akal dan naql wahyu. Orang yang berpendapat sebaliknya yakni nabi lebih utama daripada wali adalah kafir karena hal tersebut sudah maklum sekali dari syara’. Beliau juga berkata, “Kisah Khidir bersama Musa adalah ujian bagi Musa agar diambil pelajaran. Kesalahan yang kedua, sebagian orang Zindiq menempuh jalan yang sebenarnya merobohkan hukum-hukum syari’at. Mereka berkata, “Sesungguhnya dari kisah Musa dan Kadhir dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum-hukum syari’at yang umum hanya khusus bagi orang-orang awam dan orang-orang bodoh, adapun para wali dan orang-orang khusus, maka mereka tidak butuh kepada nash-nash tersebut, bahkan yang diinginkan dari mereka adalah apa yang terjadi dalam hati mereka, dan mereka dihukumi berdasarkan apa yang kuat dalam lintasan hati mereka karena bersihnya hati mereka dari kekotoran dan kosongnya dari penggantian. Nampak kepada mereka ilmu-ilmu ilahi dan hakikat rabbani. Mereka pun mengetahui rahasia-rahasia alam dan mengetahui hukum-hukum juz’iyyah satuan sehingga tidak butuh teradap hukum-hukum syari’at secara keseluruhan sebagaimana sesuai dengan Khidir, di mana Beliau tidak butuh kepada ilmu-ilmu yang nampak baginya yang ada pada Musa, dan diperkuat oleh hadits masyhur, “Bertanyalah kepada hatimu meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu.” Terhadap perakatan ini, Al Qurthubi berkata, “Perkataan ini merupakan perbuatan zindiq dan kekafiran, karena mengingkari syari’at yang maklum, di mana Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah memberlakukan ketetapan-Nya dan kalimat-Nya bahwa hukum-hukum-Nya tidak diketahui kecuali melalui para rasul yang menjadi perantara antara Dia dengan makhluk-Nya, di mana rasul-rasul tersebut menerangkan syari’at dan hukum-hukum-Nya…dst.” Hadits di atas juga memberikan faedah kepada kita agar tidak tergesa-gesa mengingkari dalam masalah yang masih mengandung kemungkinan lihat penjelasan hadits di atas lebih lengkapnya di Fath-hul Bari karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. [7] Yaitu Khidir. [8] Yakni rahmat kenabian menurut suatu pendapat ulama, sedangkan menurut pendapat mayoritas ulama bahwa rahmat di sini adalah rahmat kewalian, yakni ia salah seorang wali di antara wali-wali-Nya. [9] Musa berkata kepadanya secara sopan, bermusyawarah dan memberitahukan keinginannya. [10] Nabi Musa alaihis salam meminta kepada Khidir agar diajarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadanya karena menambah ilmu itu disyari’atkan. [11] Yakni karena engkau akan akan melihat perkara-perkara yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya, di mana perkara tersebut zahirkelihatannya mungkar, namun sesungguhnya tidak. [12] Yakni engkau belum mengetahui maksud dan akhirnya. [13] Disebutkan kata “Insya Allah” karena Nabi Musa alaihis salam belum yakin terhadap kemampuan dirinya, dan seperti inilah kebiasaan para nabi dan para wali, di mana mereka tidak merasa yakin terhadap diri mereka sedetik pun. [14] Yang aku lakukan dan bersabarlah; jangan dulu mengingkari. [15] Yakni alasannya. Maka Nabi Musa menerima syaratnya karena memperhatikan adab murid terhadap guru. [16] Di tepi pantai. [17] Dengan mencabut salah satu papannya, lalu menambalnya. [18] Untuk tunduk menerima dengan tidak mengingkari. [19] Yakni pergaulilah aku dengan sikap maaf dan memudahkan. [20] Dengan menarik kepalanya dari atas. [21] Karena anak itu belum baligh. Tags Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Kahfi, Nabi Khidir, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki. loading...Tidak ada yang bisa memastikan siapa saja mereka yang disebut sebagai Ash?ba Al-Kahfi ini, bahkan jumlah merekapun, hanya Allah SWT yang tau pastinya. Foto/Ilustrasi Dok SINDOnews Kisah pemuda di dalam goa atau Ashāba Al-Kahfi adalah salah satu kisah paling terkenal dalam Al-Quran . Kisah ini dituturkan di hampir semua agama Samawi. Menariknya, tidak ada yang bisa memastikan siapa saja mereka yang disebut sebagai Ashāba Al-Kahfi ini, bahkan jumlah merekapun, hanya Allah SWT yang tau pastinya. Allah SWT menceritakan kisah mereka cukup panjang dalam Al Quran, Surat Al-Kahf i ayat 9-26 18 ayat. Baca Juga Prof Dr Qurash Shihab dalam Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran menjelaskan Surat Al Kahfi adalah salah satu surat yang juga sangat istimewa dalam Al Quran. Salah satunya, surat ini berada dipertengahan Al Quran, yakni akhir dari juz XV dan awal juz XVI. Tak kalah istimewanya, hampir seluruh isi surat ini berisi kisah luar biasa, dari sosok-sosok tanpa nama di dalam Al Quran. Pada awalnya terdapat kisah Ashāba Al-Kahfi, sesudahnya disebutkan kisah dua pemilik kebun, selanjutnya terdapat isyarat tentang kisah Adam as. dan iblis. Pada pertengahan surah, diuraikan kisah Nabi Musa as. dengan seorang hamba Allah yang saleh Khidir, dan pada akhirnya adalah kisah Dzū yang Allah SWT ceritakan dalam surat ini menjadi cerita besar bagi manusia, namun sangat misterius informasinya. Terkait hal ini, kiranya tepat apa yang Muhammad Iqbal katakan dalam Rekonstruksi Pemikiran Religius Dalam Islam, “Al Quran adalah sebuah kitab yang menekankan perbuatan daripada pemikiran.”Allah SWT tidak menjelaskan rincian informasi mengenai identitas tokoh tersebut. Melainkan memaparkan secara menyeluruh sejumlah hikmah dan tanda-tanda Kebesaran-Nya dalam peristiwa-peristiwa yang dialami oleh sosok-sosok tersebut. Seraya Dia ingin mengatakan bahwa tidak penting identitas, waktu, tempat, nasab dan stigma masyarakat tentang mereka, yang terpenting sejauh apa kualitas iman, dan nilai perbuatan yang sudah mereka beberapa “pemuda anonym” yang dikenal dengan Ashāba Al-Kahfi, merupakan salah satu kisah yang paling memukau masyarakat pada masanya, dan mungkin juga hingga saat ini. Bayangkan, mereka dikatakan tertidur di dalam Goa selama ratusan tahun. Mereka melarikan diri demi mempertahankan imannya dari satu rezim yang kejam, hingga menemukan sebuah Goa. Di tempat tersebut, mereka berdoa, lalu tertidur. Setelah ratusan tahun mereka terbangun, dan mengira mereka hanya tidur sebentar saja. Baca Juga Siapapun tentu akan berdecak kagum akan pengalaman yang mereka jalani, dan menjadi peristiwa yang demikian menghebohkan. Tapi bagi Allah SWT, kisah mereka sebenarnya tidaklah luar biasa. Ketika mengawali kisah Ashāba Al-Kahfi, Allah SWT berfirmanأَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَٰبَ ٱلْكَهْفِ وَٱلرَّقِيمِ كَانُوا۟ مِنْ ءَايَٰتِنَا عَجَبًاAtau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan yang mempunyai raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? QS Al-Kahfi 9 Ketika menafsirkan ayat ini, Quraish Shihab menjelaskan tentang begitu banyaknya tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang berseliweran di sekitar kita. Peristiwa yang dialami oleh Ashhab al-Kahf/para Penghuni Gua tidaklah lebih menakjubkan dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang lain. Hanya saja tanda-tanda yang lain telah seringkali kita saksikan, sehingga keajaiban dan kekaguman kita menjadi berkurang atau sirna. Bahkan keberadaan diri kita sendiri, dari sebelumnya tidak ada sama sekali, hingga menjadi seperti sekarang, merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang sangat luar biasa. Munculnya keinginan manusia terhadap keajaiban-keajaiban kecil terjadi karena mereka senantiasa luput dari kesadaran akan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang demikian banyak tafsir atas tanda kebesaran Allah SWT yang terdapat dalam ayat ini, Quraish Shibab mengutip pendapat Thahir Ibn Asyur yang menilai ayat ini bagaikan berkata, “Apakah engkau menduga bahwa peristiwa yang dialami Ashāba Al-Kahfi merupakan kisah ajaib?

tafsir al misbah surat al kahfi